Suatu ketika ada seorang pemuda mendatang sebuah Rumah dan rumah itu terlihat tua. Cat temboknya sudah terkelupas. Warna putihnya sudah berubah menjadi kekuning-kuningan. Bila dilihat lebih dekat lagi maka akan terlihat retakan-retakan kecil di bagian-bagian tertentu. Gaya bangunannya seperti gaya bangunan jaman dulu. Sederhana dan konservatif. Rumah itu berdiri sendiri. Sebelah kanan dan kirinya hanya tanah kosong sementara rumah lainnya baru ada sekitar 1 km lagi dari rumah tua itu.
Pintunya yang terbuat dari kayu juga sudah terlihat rapuh. Dari lubang kecil yang ada di pintu terlihat beberapa rayap kecil sedang berbaris rapi menyelusuri pinggir pintu. Gagang pintunya tidak kuat. Sudah berkarat dan sedikit longgar karena ada mur yang terlepas dari tempatnya. Seharusnya sebuah papan pengumuman yang bertuliskan hati-hati membuka pintu digantungkan pada pintu itu. Supaya jangan sampai pintu itu roboh dan menimpa orang yang membukanya.
Rumah itu kecil. Dari luar yang terlihat hanya tembok, pintu, dan jendela. Rumah itu polos adanya. Tanpa halaman yang penuh dengan bunga, tanpa pagar putih yang terbuat dari kayu, dan tanpa pohon hijau yang menjulang tinggi. Terasnyapun tidak ada.
Pemud itu berdiri di depan pintu masuk. Mulanya ia ragu apakah ini rumah ini yang dicari-cari. Karena ia mendapat perintah untuk mendatangi sebuah rumah kecil dan tua yang bernomornya 23.
Akhirnya pemuda itu mengetuk pintu beberapa kali sampai akhirnya pintu itu terbuka. muncullah seorang wanita separuh baya berdiri di hadapan pemuda itu. Wajahnya pucat, lesu, dan lelah. Baju yang dipakainya kusut dan lusuh.
"Ada apa anak muda," tanya ibu kepada pemuda.
Pemuda itu terdiam. ia mencoba mengintip ke dalam rumah. Tidak ada lampu yang menyala. Hanya sinar matahari yang menerangi dalam rumah itu.
Pemuda itu melihat ada seorang anak sedang tidur di atas lantai dengan beralaskan tikar. Anak itu sepertinya sedang merintih kesakitan. "Ibu..ibu...," teriak anak itu memanggil ibunya.
Mendengar dirinya dipanggil, wanita yang membukakan pintu itu segera menghampiri anaknya dan meninggalkan pemuda yang masih berdiri di depan pintu. pemuda itu ikut masuk ke dalam rumah. Ruangannya panas dan pengap. Si pemuda melihat si ibu memegang dahi anaknya yang sedang terbaring. Lalu seperti orang ketakutan ia berlari mengambil kain basah dan meletakkannya di atas dahi anaknya. Akhirnya pemuda itu menghampiri anak sakit itu.
Anak itu terlihat sangat lemah tetapi ia masih saja terus memanggil-manggil ibunya. Sang pemuda berusaha mencoba membantu si ibu untuk menenangkan anaknya dengan memegang kepalanya. Tetapi betapa terkejutnya pemuda itu ketika merasakan panas yang mengalir ke tangannya. Anak itu sedang panas tinggi dan harus segera di bawa ke rumah sakit untuk di beri perawatan, kalau tidak, mungkin ia akan segera meninggal.
"Ibu",kata pemuda. "Anak ini harus segera dibawa ke rumah sakit kalau tidak ia bisa mati."
Si Ibu menatapnya dan dari matanya terlihat tetesan-tetesan air berjatuhan membasahi wajahnya.
"Ibu tidak punya uang, dan ibu tidak tahu harus berbuat apa" kata ibu itu dengan suara menangis.
Ibu itu terus memegangi tangan anaknya yang terus memanggil-mangil dirinya.
"Ibu", jawab pemuda. "Mari kita bawa anak ibu ke rumah sakit, biar saya yang akan membayar semua biayanya." Segera aku membangunkan anak itu dan menggendongnya dengan kedua tanganku.
Ibu itu mengikuti aku dari belakang. "Anak muda, siapakah sebenarnya anda? Apakah saya mengenal anda? Dan ada keperluan apa anda datang ke mari?" tanya ibu itu.
Lalu jawabnya "Ayah saya yang menyuruh saya untuk datang ke rumah ibu. Ia berkata kalau ibu sedang memiliki masalah dan butuh pertolongan. Mungkin ibu tidak mengenal saya tapi saya yakin ibu pasti mengenal siapa Ayah yang saya maksudkan, kemarin malam ibu berdoa meminta kepada-Nya supaya anak ibu bisa sembuh dari penyakitnya." Saat mendengar itu, terkejutlah si ibu.Dengan berlinang air mata tak henti henti mulutnya mengucap syukur kepada Tuhan,bahwa doanya telah di dengar oleh Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar