Sumber Kesaksian: Intan Sartika-Maisi Wiryadi
Nama saya Intan Sartika. Umur saya 23 tahun. Saya penyandang down syndrome.
Intan Sartika adalah putri bungsu keluarga Januar Tasman dan Maisi Wiryadi. Sebagai penyandang down syndrome, Intan memiliki keistimewaan tersendiri diantara penyandang down syndrome pada umumnya.
Maisi (ibu): Saya terkejut kenapa saya bisa dapat anak down syndrome. Tapi saya serahkan diri saya pada Tuhan. Saya bilang sama Tuhan "Tuhan, terimakasih Engkau mempercayakan anak ini kepada saya, saya akan berbuat semaksimal mungkin. Tapi Tuhan, saya benar-benar tidak tahu apa yang harus saya perbuat. Berilah Roh KudusMu kepada saya". Kalau saya bawa Intan ada yang bilang "Kamu nggak malu yah, bawa anak ini?". Pokoknya macam-macam cara orang melihat Intan karena face-nya nggak bagus, ya...jadi banyak yang ngeliatin dari atas sampai bawah. Sedih sih hati, tapi saya cuek aja dah....Saya percaya Tuhan mengirim Intan ini ada maksudnya.
Maisi adalah seorang dokter gigi yang sudah mapan pada waktu itu. Tapi ia memilih untuk meninggalkan profesinya supaya bisa lebih konsentrasi dan mencurahkan seluruh perhatiannya pada pendidikan Intan. Maisi dan suaminya harus berjuang mengumpulkan informasi tentang down syndrome.
Maisi: Waktu itu masih langka sekali, dokter-dokterpun tidak begitu tahu apa yang mesti saya perbuat. Tapi saya banyak mendapat dukungan dari satu dokter, yang mengatakan "Ibu, harus kreatif!". Jadi saya baca buku-buku.
Melalui buku-buku tersebut, Maisi dan suaminya banyak belajar tentang bagaimana mendidik Intan.
Maisi: Saya memperlakukan Intan seperti anak normal. Saya suka bilang "Intan, nih, mama lagi ngapain, nih?". Jadi saya taruh dia di box, walau saya masak atau bebenah, dia lihat. Karena anak down syndrome tidak bisa yang abstrak. Umur 8 bulan dia mulai saya ajar ngomong. Aduh, saya sampai nangis setengah mati. Kata kan begitu banyak, gimana nih cara ngajarinnya? Saya nggak tahu darimana itu, pasti itu Tuhan yang memberi kekuatan kepada saya. Ternyata anak ini bisa nyerocos.
Januar (ayah): Dengan kita menganggap bahwa tiap anak punya potensi, ya yang kita mau gali ya potensinya, gitu. Dari kecil keliatan kalau dia senang musik. Akhirnya kita kasih kesempatan. Kita belikan CD, kita belikan karaoke, sehingga benar-benar ia ekspresikan dirinya.
Kerja keras dan perhatian penuh dari orang tua, membuat pertumbuhan Intan berkembang pesat. Seperti anak normal lain, Intan mampu mengerjakan pekerjaan rumah serta memiliki beberapa ketrampilan lainnya.
Januar: Ini semua kan kita nggak pengalaman, nggak tahu, nggak dididik. Tapi itu semua seolah-olah ada tuntunan Tuhan. Bahwa kita musti begini, begitu. Dalam mencari informasi dan mencari orang pun seolah ada yang menuntun. Kita nggak tahu, tiba-tiba bisa ketemu orang yang bisa memberikan buku, dll. Jadi dari situlah kita rasakan dan harus kita akui bahwa kita ini nggak ada apa-apanya, nggak ada artinya, kalau Tuhan tidak mau membantu kita.
Kehadiran Intan mendorong Maisi bersama beberapa teman mendirikan sekolah DIAN GRAHITA, sebuah sekolah khusus bagi penyandang down syndrome. April 1999, Maisi kemudian membentuk Ikatan Sindroma Down Indonesia. Melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan, ISDI mengangkat anak-anak penyandang down syndrome untuk mulai berprestasi di dunia internasional.
Januar: Jadi kita melihat bahwa ini semua karunia Tuhan. Jadi bukannya beban yang Tuhan berikan kepada kami, kita juga merasa bangga bahwa kita bukan bisa membimbing Intan saja, tapi banyak yang lain-lain juga kita bantu. Dan kita senang sekali kalau bisa membuat seorang anak yang tadinya diangap oleh orang tuanya nggak bisa apa-apa, tapi akhirnya bisa berbuat banyak. Itu sesuatu yang rasanya nggak bisa dibayar dengan uang. Dan jelas bahwa itu bukan kemampuan kita. Kita diberikan kekuatan itu oleh Yang Diatas.
Saat ini, Intan menjadi asisten guru tari untuk anak-anak yang menyandang down syndrome, serta mempunyai penghasilan sendiri.
Intan: Intan berterimakasih sama Tuhan, karena Intan punya mama papa yang membantu Intan percaya diri.
I Korintus 15:10 "Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar