Kamis, 18 Maret 2010

Dukun tidak bisa kembalikan suamiku bagian 2

Bukannya kehangatan sebuah pelukan yang Janti dapatkan tapi sikap keras dari sang mama justru menambah goresan luka dalam hatinya.

"Apapun yang saya lakukan, mama saya pasti marah sama mama saya."

"Pulang sekolah kalau musim rambutan saya bawa rambutan ke rumah. Pikir saya mama saya akan senang tapi bukannya senang malah saya dipukul. Saya sudah separo benci sebenarnya pada mama saya."

Hatinya semakin terluka ketika Janti harus kembali merasakan perlakuan kejam dari sang mama. "Waktu itu saya lagi nyuci piring di sumur, tiba-tiba ada yang lempar sendok. Saya berbicara kotor karena saya kira itu adik saya tapi ternyata itu mama saya. Mama marah sekali, Mama saya pikir saya memaki dia. Jadi saya dipukul habis-habisan sama mama saya."

"Baju-baju saya diambil dan dibuang keluar, saya kumpulin lagi dan saya taruh di beranda. Saya sampai teriak-teriak minta ampun sama mama saya tapi mama tidak peduli. Saya cuma diam dan menunggu papa saya pulang."

Papa kaget melihat saya di luar rumah dan menyuruh saya masuk ke dalam rumah. Bagi Janti hanya sosok papalah yang mengerti dan sayang kepadanya.

"Begitu saya mau gantung diri saya, pada saat saya akan menendang kursi dibawah saya. Tiba-tiba muncul wajah papa saya sedang nangis. Jadi saya batal untuk bunuh diri."

Setelah gagal bunuh diri, Janti terus berusaha dengan berbagai cara untuk mempertahankan suaminya meskipun harus mengorbankan kehormatannya.

"Untuk mempertahankan suami saya, saya pergi ke dukun. Waktu saya pergi ke dukun, saya diberi air putih yang dibaca mantra-mantra untuk saya minum. Setelah saya dikasih minum, dukun bilang kalau saya berharga, masih muda , percaya masih ada orang yang mau sama kamu, dan sebagainya. Saya tidak ingat lagi setiap kali saya diberi air putih, jadi akhirnya saya sudah melakukan seks bebas dengan si dukun."

Berkali-kali Janti harus membiarkan kehormatannya direngut oleh sang dukun. Namun suaminya tak pernah kembali. Untuk melupakan kesedihannya, Janti pun membiarkan dirinya terperosok dalam dunia malam dan mabuk-mabukan. Setiap hari dia berpindah-pindah dari satu karaoke ke karaoke lain, alkohol seakan sudah menjadi penghibur bagi Janti. Sampai suatu ketika dia mengalami sesuatu yang tidak pernah dia duga.

"Setiap datang bulan saya sakit perut dan pendarahan hebat. Kata dokter saya ada kista, dia memvonis saya harus melakukan operasi dalam waktu seminggu karena rahim dan indung telur saya sudah bengkak."

Janti akhirnya harus dioperasi dan menjalani perawatan, disitu dia baru menyadari kalau mamanya sangat mencintainya.



"Saya tahu mama saya ternyata mencintai saya, waktu saya dioperasi dia dampingi saya. Di ruang tempat saya dirawat pun mama tidur bersama saya." Sambil berlinang air mata Janti mengenang saat-saat itu.

Kedua orang tua Janti bersama-sama merawatnya setelah operasi tersebut. Sejak saat itu, Janti bisa mengampuni mamanya dan hubungannya mulai dipulihkan namun penderitaannya masih belum berakhir.

"Diruang pemulihan itulah saya mulai merasa badan saya tidak enak dan panas. Saya luar biasa takut, namun di dalam ketakutan itulah saya ingat Yesus. Saya bilang, ‘Tuhan Yesus jika engkau sudah memilih aku , sembuhkan aku ."

"Saya melihat seberkas cahaya, tiba-tiba saya merasakan damai sejahtera, nyaman, merasa sakit sudah disembuhkan, merasa saya pasti saya sembuh."

Hari demi hari kondisi Janti pun semakin membaik, ia pun berkomitmen untuk berubah sampai akhirnya dia mengikuti suatu ibadah dan mengalami sesuatu yang membuatnya menangis.

"Lagunya itu berjudul ‘Bukan Dengan Barang Yang Fana', waktu nyanyi lagu itu tiba-tiba saya tersentuh oleh Roh Kudus. Saya menangis, hidup saya selama ini sia-sia dan tidak ada artinya. Kalau ada Tuhan Yesus pasti hidup saya berarti, saya bertobat meminta pengampunan Tuhan. Di situ saya benar-benar bertobat, saya lupakan semua masa lalu saya , saya berjanji mulai hari ini saya akan taat setia jadi anak Tuhan."

Janti akhirnya menemukan kebahagiaan yang selama ini dia cari. Hatinya yang dulu terluka kini sudah Tuhan pulihkan.

"Setelah saya kenal Tuhan Yesus yang tadinya saya sangat pendendam, saya tidak punya dendam lagi. Saya juga sudah melupakan suami saya."

Hilang sudah kebencian yang ada dalam hati Janti baik kepada suami maupun kepada sang mama.

"Saya ingin meminta maaf kepada mama saya karena saya tidak memahami mama, kurang perhatian kepada mama. Seandainya saya dulu berkomunikasi dengan mama, mungkin tidak begini."

"Mama apapun yang terjadi, mama yang terbaik. Saya sangat mengasihi mama, sampai hari ini saya mencintai mama saya." Kata Janti mengungkapkan perasaannya kepada mamanya.

"Saya selama ini tidak pernah mendapatkan kebahagiaan dalam hidup saya, saya selalu mencari dan mencari tapi begitu saya sebut Tuhan Yesus rasanya ada damai sejahtera. Begitu kasihnya Tuhan Yesus begitu banyak dosa saya walaupun merah semerah kirmisi mengubahnya menjadi putih seputih salju." (Kisah ini sudah ditayangkan 10 Maret 2010 dalam acara Solusi Life di O'Chanel).

Sumber kesaksian:

Fijanti Sudiman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar