Proses demi proses saya jalani, sampai akhirnya saya memutuskan untuk pindah dari perusahaan tersebut. Saya tidak tahan dengan kondisi kerja di perusahaan yang membuat beban tersendiri bagi saya. Tubuh saya sudah tidak seperti dulu, maka begitu ada kesempatan untuk pindah ke perusahaan lain di Cinere, saya langsung mengambil kesempatan emas itu. Tiba di Cinere, pertama kali yang saya tuju adalah dokter paru-paru. Ternyata dokter specialist paru-paru di RS. Puri Cinere pun angkat tangan mengenai penyakit TBC saya.
Virus TBC yang ada di paru-paru saya memang sudah bersih, tetapi yang menjadi masalah adalah virus TBC yang masih ada tulang belakang saya. Dokter itu kemudian merujuk saya untuk ke RS. Fatmawati. Dokter RS. Fatmawati mempunyai analisa yang sama seperti dokter dari perusahaan pertama saya dulu. Saya kembali divonis bisa lumpuh oleh dokter specialist orthopedi. Jika ada satu saraf saja disekeliling dua ruas tulang belakang saya yang meremuk itu putus, ini adalah langkah awal menuju kelumpuhan kaki seumur hidup saya.
Hmm, benar-benar ujian mental! Ketika dokter specialist orthopedi ini memvonis dengan kata-kata bisa lumpuh untuk kedua kalinya, beberapa hari berikutnya saya down lagi. Sampai-sampai saya harus kabur dari kost-kost-an saya di Cinere dan menginap di rumah teman di Jakarta Timur.
Sedih, takut, bercampur ngeri menghantui saya. Kalau saya langsung mati karena penyakit TBC yang terlanjur parah ini, bagi saya tidak masalah. Tetapi kalau harus lumpuh terlebih dahulu...itulah yang saya takuti. Saya tidak bisa membayangkan jika diri saya yang sudah terbiasa hidup mandiri sejak kecil ini akan menjadi beban untuk orang-orang yang saya kasihi terutama pihak keluarga.
Di tengah ketakutan itu, saya hanya mengingat nama Yesus. Suatu malam ketika saya mengikuti sebuah FA - Family Altar - di gereja saya di Cinere, saya share di depan semua teman-teman tentang penyakit saya. Beruntung waktu di Cinere saya bertemu dengan teman-teman yang luar biasa imannya kepada Yesus sehingga saya juga turut dikuatkan bersama keberadaan mereka. Akhirnya, malam itu mereka berdoa khusus untuk saya. Suatu malam terindah dalam hidup yang baru kali itu saya rasakan. Saat seluruh tangan terangkat dan satu nama disebut "Yesus!..." seketika itu juga suatu keberanian yang luar biasa mulai masuk ke seluruh tubuh saya. Saya tersungkur dalam hadirat Tuhan dalam waktu yang cukup lama, menikmati kekuatan Surgawi yang mengalir melalui doa-doa teman-teman saya.
Keesokan harinya, saya mengambil komitmen untuk tidak akan menyentuh sedikitpun obat-obatan dari dokter lagi. Saya mengatakan keputusan ini kepada kakak rohani saya agar ia datang ke kost-kost-an saya dan membantu menguatkan iman saya semalaman. Keesokan harinya, saya benar-benar membuang semua obat-obatan dari dokter yang kurang lebih hampir delapan bulan sebelumnya saya konsumsi rutin.
Selama seminggu setelah saya tidak mengkonsumsi obat-obatan anti TBC yang jumlahnya tinggal delapan biji sehari – setelah dikurangi obat anti TBC untuk paru-paru yang sudah sembuh, saya mengalami tubuh linglung – obat-obatan anti TBC ada yang mengandung sejenis morfin untuk mengurangi rasa sakit, jika dilepaskan begitu saja tanpa pengurangan dosisnya sedikit demi sedikit bisa menyebabkan blank sesaat pada penderitanya*. Saya pernah merasakan gelas yang saya pegang tiba-tiba terjatuh sendiri dari genggaman atau tiba-tiba tubuh saya mati rasa beberapa waktu. Semua yang saya lakukan terasa diluar kendali normal selama seminggu itu. Meski begitu, saya tetap bergantung penuh kepada Tuhan Yesus.
Anehnya setelah seminggu berlalu, tubuh saya berangsur-angsur semakin sehat. Saya tidak merasakan meriang lagi atau keadaan ’seperti tercabik-cabik’. Semua kembali ke kondisi normal seperti sebelum saya terkena penyakit TBC parah. Keputusan yang teramat penting juga langsung saya ambil setelah tubuh saya terkuatkan secara ajaib selama tidak mengkonsumsi obat-obatan anti TBC dari dokter, yakni komitmen untuk baptis selam di gereja!
Sampai sekarang saya masih tegak berdiri dengan kedua kaki sehat saya dan tidak lumpuh! Hasil leburan ditulang sumsum belakang saya tetap ada, tetapi sudah membatu. Dulu dokter specialist orthopedi pernah menyarankan agar remukan tulang itu dioperasi kemudian dipasang sejenis pens penyangga di kedua sisi ruas tulangnya. Tetapi karena biaya operasinya lebih dari 50 juta, saya sama sekali tidak mau melakukan operasi itu karena biayanya terlalu mahal untuk ukuran saya. Saya hanya bergantung kepada Tuhan Yesus dan Ia pun bertindak melakukan mukjizat-Nya kepada saya. Saat ini bagian yang dulu membuat gerak tubuh saya agak terhambat sudah tidak terasa sakit lagi. Saya masih bisa berjalan normal, berlari, bahkan bermain basket seperti sebelum saya tervonis sakit TBC Tulang Lumbal 1.
Tuhan selalu mengingatkan saya dengan kisah Paulus. Jika Paulus mempunyai 'duri dalam daging'-nya, maka seorang Enjie pun mempunyai 'remukan disumsum tulang belakang'-nya. Janji Tuhan yang saya imani, Dia akan selalu menjaga tulang saya dari patahan sampai kapanpun juga! (Angelina Kusuma)
"Ia melindungi segala tulangnya, tidak satu pun yang patah." Mazmur 34:21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar