Kamis, 12 Agustus 2010

DUNIA UNTUK NATHAN (bagian 1)

Tak terlukiskan kebahagiaan Mazaya saat pertama kali ia tahu ada kehidupan di dalam rahimnya. Nathan, hadir menebar benih kebahagiaan di kehidupan Mazaya dan Haykel yang sempat senyap selama empat tahun lamanya. Proses melahirkan yang harus melalui prosedur vacuum dan rasa sakit tak terperihkan terbayar sudah saat tangis kecilnya memecah keheningan malam.

Nathan adalah bayi yang sangat menyenangkan. Tidak pernah rewel bahkan ia seolah mengerti kelelahan Mazaya dalam mengasuhnya sehingga tangisnya hampir tak pernah terdengar dimalam hari. Mazaya mengganggap Nathan adalah malaikat kecil persembahan Tuhan untuk lebih memaknai hidupnya. Namun ketika bulan merambat hingga menjelang satu tahun usianya. Mazaya baru merasakan ada hal yang tak normal pada diri Nathan. Ia tak bisa focus dan hampir tak ada kontak mata, tak bisa tersenyum bahkan untuk permainan simple seperti “cilukba”, tak ada ekspresi hidup diwajah mungilnya. Dan yang membuat hati ibu muda itu bagai direngut dari tempatnya adalah ketika pada suatu hari Nathan membentur-benturkan kepalanya ke dinding hingga memar-memar dibagian keningnya.Apa yang terlintas dibenak Mazaya saat itu adalah sebuah kengerian dan ketidak yakinan pada sebuah kata “Autisme”. Tanpa berpikir panjang ia langsung menghubungi Linda sahabatnya yang kebetulan juga memiliki anak dengan “berkah” Autisme, untuk mencari referensi mengenai dokter terbaik yang dapat memberikan pertolongan bagi Nathan kecilnya.
“Dari pemeriksaan yang saya lakukan, memang terdapat gejala Autisme Infantil pada Nathan” Ujar dokter Farras yang membuat Mazaya seolah disengat listrik ribuan kilowatt.
“Sejak lahir ia baik-baik saja Dok, memang sering diare dan agak lambat berbicara tapi kenapa tiba-tiba harus terkena Autis ? Bisakah disembuhkan ?” Tanyanya cemas dengan air mata bersimbah jatuh.
“Tenang Bu” Ujar Dokter Farras menenangkan “Sekarang ini telah banyak penderita Autis yang bisa disembuhkan dan dapat tumbuh layaknya anak yang terlahir normal. Tapi tentunya dengan perawatan medis serta nonmedis yang menyeluruh” Ujarnya
“Lalu apa yang harus saya lakukan sekarang Dok” Tanya Mazaya sambil mendekap tubuh Nathan.
“Hal pertama adalah lakukan diet GFCF.”
“Diet GFCF ? Jenis-jenis makanan apa saja Dok ?”
“Maksudnya adalah Gluten Free and Casein Free. Nathan sama sekali dilarang menyantap makanan yang mengandung terigu, gandum dan susu sapi. Mulai sekarang gantilah menu hariannya dan konsumsi susu yang tidak mengandung jenis makanan itu. Nanti akan saya berikan resep sederhana untuk panduan Ibu dalam memberi makanan pada Nathan. Tapi di pasaran juga sudah banyak diterbitkan buku-buku masakan untuk anak Autis, cobalah cari ditoko-toko buku. Tidak usah cemas Bu. Usia Nathan masih terbilang muda saat terdeteksi. Ada pasien saya yang sudah berusia empat tahun ketika orang tuanya sadar anaknya menderita Autis dan bisa disembuhkan meskipun masih terus menjalani terapi lanjutan sampai saat ini. Yang terpenting dalam hal ini adalah dukungan, kasih sayang serta perhatian tulus dari Ibu selaku orang tua Nathan”.

Dokter Farras menepuk-nepuk bahu Mazaya seolah hendak memberi kekuatan pada Ibu muda itu. Tak ada satu orang tuapun yang menghendaki anaknya terlahir dengan kondisi tersebut. Tapi apapun kenyataannya, mata batin Mazaya sudah bisa melihat gambaran kehidupan seperti apa yang akan dilaluinya bersama Nathan.
Haykel termenung sedih mendengar penuturan Mazaya. Ia tak habis pikir bagaimana bisa penyakit menakutkan itu menghinggapi buah hatinya. Padahal ia sendiri terlahir dari keturunan yang kesemuanya sehat dan tidak ada yang beriwayat hiperaktip apalagi Autis.
“Mungkin diagnosa Dokter Farras salah, coba bawa Nathan ke dokter anak yang lain” ujarnya tak yakin.
“Dokter Farras menggunakan DSM-IV atau ICD-10 saat menarik kesimpulan mengenai penyakit itu, menurutnya itu adalah standar internasional untuk mendeteksi Autisme. Setelah diwawancara, Ia juga menyuruhku mengisi form kuesioner berkenaan dengan kondisi Nathan. Dan tiga hari lagi Nathan diminta untuk melakukan pemeriksaan fisik seperti darah, urine dan lainnya. Boleh juga sich, minta pendapat dokter lain tapi bukannya itu malah buang waktu. Lebih baik kita ikuti saja saran Dokter Farras untuk menjalani terapi dan pengobatan medis buat Nathan” Ujarnya serius seraya menyelimuti tubuh Nathan “Kebetulan Dokter Farras itu juga yang menangani anaknya Linda, jadi pengalamannya untuk pasien Autis sudah tidak diragukan lagi.”

God bless you, now and forever. Amin.

Sumber: Ria Jumbriati

next

Tidak ada komentar:

Posting Komentar