Haykel menghela nafas dalam “Jadi kamu terima saja anak kita di vonis Autis ?” ujarnya meninggi. “Lalu mau bagaimana lagi ? Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah segera berbuat sesuatu buat Nathan”. “Aku nggak percaya ! Aku ini dari keturunan yang bersih, tidak mungkin anakku menderita penyakit itu !” sahut Heykal semakin meninggi. Mazaya mencoba menenangkan rasa frustasi suaminya.
“Autis bukan penyakit keturunan Mas. Menurut Dokter Farras, Autis bisa disembuhkan walau memakan waktu lama dan sangat membutuhkan kesabaran serta kasih sayang kita selaku orang tuanya.” Ujar Mazaya sambil menggenggam jemari suaminya yang dingin.
“Mas, Nathan adalah anak kita. Terimalah kehadirannya sebagaimana dia adanya. Nathan apalagi kita memang tak menghendaki takdir ini. Tapi kita lah yang ditunjuk Tuhan untuk memberikan masa depan terbaik buatnya.”
Heykal hanya terdiam kaku. Entah hormon apa yang tengah bekerja ditubuhnya saat ini. Yang jelas ia seolah ingin lari dari kenyataan yang ada. Ingin mengingkari nasib yang kini menjadi bagian dari hidupnya. Malah dihatinya terbit kebencian tak beralasan pada Mazaya.Waktupun berlalu. Kini seluruh hidup Mazaya hanya tertumpah untuk Nathan. Karirnya sebagai Account Executive di sebuah perusahaan asing, ditinggalkannya. Kegiatan Mazaya hanya berkutat pada pengobatan dan terapi buat Nathan. Walaupun perkembangan berarti belum juga ditemuinya. Kini Nathan sudah berusia 2 tahun. Tapi ia belum lagi bisa berucap kata-kata dengan artikulasi yang jelas dan bermakna. Kalau anak normal sudah bisa berlari. Nathan baru bisa berjalan dengan merambat ke dinding. Namun Mazaya adalah Ibu yang kuat dan tabah. Ia tetap tersenyum saat kontak mata dengan buah hatinya begitu sulit didapat. Bahkan kelelahan mengurus Nathan dipagi hari tak dirasakannya saat Nathan mengalami insomnia dimalam harinya. Ia tetap menemani Nathan sambil berusaha melakukan interaksi dengan berbagai permainan yang dapat menarik perhatian agar Nathan tidak terus terjerat dalam dunia autisnya.
Sementara Mazaya tenggelam dalam kesibukannya merajut dunia yang seharusnya untuk Nathan. Lain halnya dengan Haykel. Ia sama sekali tak peduli dengan keadaan anaknya. Dulu ia tak pernah pulang lewat jam tujuh malam tapi sekarang, Haykel lebih sering menghabiskan waktunya diluar bersama teman-temannya. Ia memang tidak setegar Mazaya. Terlahir ditengah keluarga bangsawan yang serba berkecukupan membuatnya begitu rapuh dan malu menerima kenyataan yang ada pada Nathan. Tapi Tuhan akan selalu mengirimkan Ibu terbaik pilihanNya pada setiap anak dengan takdir seperti Nathan dan ia akan senantiasa memiliki semangat dan energi berlebih untuk membawanya keluar dari dunia yang melingkupinya saat ini. Dunia dimana hanya ada satu warna, satu bentuk, satu arti dan sulit dimengerti. Dan Mazaya tanpa lelah melobby Tuhan lewat usaha serta doanya dalam menarik buah hatinya dari dunia muram itu.
Mazaya terbelalak tak percaya melihat resep suplemen dan vitamin yang diberikan Dokter Farras. “Sebanyak ini Dok ? Apa bisa Nathan menelan kapsul sebanyak ini dalam sehari ?” “Harus. Kapsul-kapsul itu adalah suplemen dan vitamin untuk membantu tumbuh kembangnya yang lambat”. Mazaya menghela nafas berat. Balita sekecil itu sudah diharuskan akrab dengan segala macam bentuk penyembuhan yang terkadang membuatnya tak nyaman.
Terapi dan pengobatan yang dijalani Nathan saat ini sudah merupakan siksaan batin tersendiri buat Mazaya. Kini, ia diharuskan tega untuk memberi kapsul-kapsul suplemen dan vitamin ke mulut kecilnya setiap hari!. Mazaya menghampiri Haykel yang tengah asyik menonton TV.
“Mas, tadi Dokter Farras meresepkan suplemen-suplemen ini untuk Nathan. Ada 25 kapsul yang harus ditelannya setiap hari.” Suara Mazaya merendah demi melihat air muka suaminya yang dingin tanpa reaksi, sementara tatapannya sama sekali tak beranjak dari acara “Candid Camera”.
“Mas, bantu aku yah… Nathan pasti mengamuk kalau dia tahu harus menelan kapsul sebanyak ini”. “Ah ! minta tolong suster dan Mbok Ipah saja. Masa tiga orang tidak cukup. Memangnya dia Hulk” Sahutnya kasar seraya membanting remote control digenggamannya. Mendengar itu amarah Mazaya langsung memuncak. Kesabarannya habis sudah demi melihat tingkah suaminya yang sudah mati rasa dan tak berhati lagi. Pluk! Asbak rokok seberat 1 kg pun mendarat di kening Haykel.
Haykel berdiri dengan amarah yang tak kalah dahsyatnya. Diraihnya tubuh ringkih Mazaya lalu dilemparnya dengan kasar hingga membentur dinding. “Perempuan kotor ! Itu salahmu dan tanggung jawabmu hingga punya anak idiot seperti itu !” umpatnya kasar. Mazaya ingin membalas tapi segera di relai Mbok Ipah.
“Nathan Bu..., ingat Nathan” Bujuk wanita tua itu gemetar.
“Selama kamu tak bisa menerima keadaan Nathan, lebih baik tinggalkan saja kami” Ujar Mazaya seraya berlalu dengan mata sembab.
Dan keinginan Mazaya ternyata ditanggapi sangat serius oleh Haykel. Surat ceraipun tiba satu bulan setelah kejadian itu. Tak ada pihak yang dapat mendamaikan mereka lagi. Haykel bagai tengah kerasukan setan dari neraka paling dasar, sementara Mazaya tak punya ruang lagi di batinnya untuk kedukaan lain. Nathan, hanya manusia kecil itu yang ada dibenaknya serta serentetan usaha penyelamatan buatnya. Beruntung keluarga Haykel masih mau berbelas kasihan pada Mazaya dan Nathan. Biaya hidup dan pengobatan Nathan sepenuhnya ditanggung oleh Ayah Haykel. Bahkan rumah yang selama ini mereka tempati dihibahkan untuk Mazaya, hanya mobil yang biasa dipakai Nathan untuk berobat dan terapi tak ada lagi, Haykel dengan tega telah menjualnya. Sehingga Mazaya harus berhemat dengan biaya yang ada, karena taxi adalah pilihan kendaraan paling nyaman buat Nathan saat ini. Bahkan dengan berat hati ia pun harus mem PHK Suster Anis karena keterbatasan dana. Kini, hanya sisa Mbok Ipah dengan segala kekurangannya sebagai pengasuh usia setengah abad. “Kita adalah orang tua pilihan Tuhan. Karena kita memiliki nilai lebih di mataNya dibanding orang tua lain pada umumnya. Sehingga ada Nathan dan Qiandra di kehidupan kita” Ujar Linda saat Mazaya berkunjung kerumahnya dan berkeluh kesah tentang nasibnya.
“Kamu beruntung Lin. Ayah Qiandra begitu bertanggung jawab dan bisa menerima keadaan anaknya dengan berbesar hati”.
“Sudahlah Mazaya, pasti ada hikmah dibalik semua ini. Toh Nathan juga masih beruntung memiliki Opa dan Oma yang begitu mengasihinya dari pihakmu dan Haykel”.
“Mengapa aku harus menikah dengannya” tangis Mazaya menyesali. Linda memeluk tubuh karibnya yang terguncang tangis.
“Jangan pernah menyesali yang telah lalu. Ada Nathan dihadapanmu. Pada suatu saat nanti, dialah yang akan memberi makna paling berarti dikehidupanmu. Usahamu untuk penyembuhan Nathan melebih apa yang sudah aku lakukan buat Qiandra. Lihat saja, dia sudah menunjukkan kemajuan yang berarti khan?” Bujuk Linda lembut. Mazaya mencoba menerima segala masukan dan nasehat dari orang -orang yang bersimpati padanya.
Yah, memang hanya Nathan satu -satunya sinar hidup yang masih menyala terang dijiwanya. Mazaya yakin, kelak sinar itu pula yang akan membawanya keluar dari kegelapan yang melingkupi hidup mereka saat ini.
GOD bless you, now and forever. Amen.
Sumber: Ria Jumbriati previous next
Tidak ada komentar:
Posting Komentar