1 Korintus 9:18
Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.
Tiap minggu, seorang perangkai bunga menyiapkan rangkaian bunga untuk di pajang di altar. Gereja hanya memberinya dana sedikit. Tidak jarang ia harus menombok demi mendapat bunga terbaik. Tak heran, rangkaian bunganya selalu tampak elegan dan berselera tinggi. Dari sudut bisnis, ia rugi. Dengan dana minim, buat apa bersusah payah? Namun, baginya ini merupakan pengabdian, bukan pekerjaan. Rangkaian bungannya adalah persembahan, bukan sekedar barang jualan.Dalam bekerja, umumnya orang mementingkan hak. Kerja keras harus di bayar dengan upah pantas dan aneka fasilitas.
Pengabdian lebih dari itu. Melibatkan loyalitas dan pengorbanan. Rasul Paulus, contohnya. Ketika memberitakan Injil, ia tidak mau bergantung pada orang lain, meski biasanya jemaat memang mendukung penghidupan para rasul. Uang uang menjadi haknya tidak di ambil karena ia tidak mau membebani jemaat. Akibatnya, ia harus berjualan tenda sebagai usaha sampingan. Repot! Namun, semua itu ia jalani dengan sukacita. Sedikit pun tidak merasa terpaksa. Paulus tidak hitung-hitungan karena ia memandang pekerjaannya sebagai pengabdian.
Pada zaman modern ini, kata "mengabdi" kian menjadi usang. Para pebisnis berusaha mendapatkan untung maksimal dengan upaya minimal. Karyawan kerap menuntut kenaikan upah dan fasilitas, tetapi bekerja tanpa loyalitas. Pelayanan di gereja pun kerap dilakukan orang ala kadarnya, tanpa pengorbanan. Andai kita memandang pekerjaan sebagai kesempatan dan berkat, seperti Paulus, pasti cara kita bekerja akan berbeda. Dengan sepenuh hati. Seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia.
PEKERJAAN YANG DI LAKUKAN DENGAN SEPENUH HATI MEMBERI KEPUASAN LEBIH DARI SEKADAR MENERIMA GAJI.
(Sumber : Renungan Harian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar